Kamis, 18 Januari 2018

Rahimmu yang Mulia

"Ibu adalah orang terakhir yang berputus harapan, saat semua orang telah memyerah dengan kita. Tidak pernah berhenti. Dan doa Ibu yang tulus meski kadang kita tidak tahu dia menangis malam-malam mendoakan kita, boleh jadi telah membuka begitu banyak kunci kesempatan kepada kita."

Aku memang lahir dari rahim seorang Ibu, tapi aku juga lahir dari belas kasihannya. Bukan sebuah lagi, tetapi berbuah-buah dukungan dari keluarga kecil nan sederhana ini membuatku lahir dengan lirih tangis bayi bahagia. Aku akan menceritakan seserpih cerita tentang bayi yang ada di rahim seorang Ibu. Cerita ini singkat, namun inilah akar dari cerita-cerita yang ada dalam hidupku.

Singkat cerita, Ibuku yang berumur hampir 40 tahun sudah memiliki 3 anak yang duduk di bangku SD dan SMP, serta mengandung mengandung seorang anak lagi. Bukan lagi usia yang muda, yang masih kuat untuk membawa bayi kecil di dalam perutnya kemanapun Ia pergi. Bahkan tulangnya tidak mampu menahan beban berat badannya ketika bayi ini mulai bertumbuh dan berkembang. Ditambah beberapa penyakit yang dideritanya, membuat pikirannya ingin menggugurkan bayi itu. Coba bayangkan, bagaimana pikiran seorang Ibu yang sudah tua tetapi harus mengurusi 3 anaknya dan mengandung seorang anak lagi ketika berbagai penyakit datang menyerang tubuhnya? Pantas saja jika ia berpikir ingin meggugurkanku. Karena mungkin hampir semua Ibu juga akan berpikir hal yang sama seperti Ibuku. Tetapi berbeda dengan Ibuku. Ia tetap mengandung di usia tuanya, dengan cinta kasih memberikan kehangatan di dalam tubuhnya. Dan juga, salah satu alasan Ibuku ingin mengandung dan melahirkanku karena ada seseorang yang mengharapkan kehadiranku sebagai adiknya. Ya, itu kakakku. Dia yang selalu meminta kepada Sang Pencipta agar lahirlah seorang adik yag menemaninya bermain dan saling bercerita.

Ketika Ibuku mengandungku, secara otomatis Ia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kesehatannya dan juga bayi yang di dalam perutnya. Dengan dibantu oleh kakak-kakakku dan juga ayahku, Ibuku bisa melakukan apapun dan aku juga tetap terjaga. Beliau juga tetap sabar saat aku menendang perutnya sampai ia menangis kesakitan. Lalu dengan cintanya, Ia mengelus perutnya agar aku bisa tenang di dalamnya. Ia memberiku lagu-lagu yang baik untuk didengar karena sangat menenangkanku dan juga melatih indra pendengaranku. Aku menyentuh banyak hal dalam perut Ibuku. Lalu, ketika hampir semua organku ada, aku mulai mencoba mainkannya. Memainkan rambut yg mulai tumbuh, jari jemari yang mungil, dan juga kakiku yang menendangan kegirangan.

Waktu berjalan cepat. Sampailah pada usia kandungan ke tujuh bulan. Ibuku semakin ingin cepat aku keluar dari perutnya dan bisa menggendongku. Tetapi inilah cinta kasih seorang ibu diuji. Saat itu, aku yang sedang bertumbuh dan berkembang seperti ingin lebih cepat menatap keluarga baruku. Aku membuat masalah-masalah baru yang membuat Ibuku menangis kesakitan karena ulahku. Di dalam perutnya, aku memutar 90 derajat. Saking nyamannya, aku bisa leluasa main sampai aku bisa berputar-putar. Tapi, seharusnya aku tetap dalam kondisi semula. Karena dengan memutar itu membahayakan aku dan juga Ibuku. Akhirnya, Ibuku harus mengikuti berbagai terapi agar aku bisa kembali ke posisi semula. Selang 2 minggu, aku sudah bisa kembali ke posisi semula. Tetapi, tak sampai 1 minggu, aku sudah memutar badanku lagi. Seperti mainan yang paling mengasikkan. Lagi-lagi, Ibuku menjalani terapi. Tetapi, aku hampir tak terselamatkan lagi. 2 minggu terapi itu, bukan membuatku kembali ke posisi semula, tapi aku terus memutar-mutar hingga aku terlilit tali pusar. Ibu dan Ayahku yang sudah mulai khawatir, langsung berkonsultasi dengan dokter kandungan yang sudah menangani Ibuku dari sejak dulu. Dan dokter berkata "Mau, tidak mau, Ibu harus segera melahirkan anak ini. Mungkin daya tahan tubuhnya nanti akan berbeda dengan anak-anak lainnya. Tetapi inilah salah satu jalan agar anak ini bisa selamat. Karena jika di tunggu lagi akan sangat bahaya, lilitannya pun bukan hanya satu lilitan, tapi ada tiga kali lilitan. Dan sepertinya ketuban anda akan pecah saat masuk ke delapan bulan. Sudah ada tanda-tandanya bahwa anak ini tidak bisa lahir normal. Artinya, anak ini harus lahir prematur." Ibuku yang mendengarkan kata-kata dokter mulai melemas sambil sekali lagi mencucurkan air mata.

Ayahku dan Ibuku cepat mengambil keputusan untuk melahirkanku pada malam harinya. Tibalah Ibuku menjalankan operasi caesar yang dibantu dokter dan juga perawat. Ayahku yang selalu menemani Ibuku, memegang  tangan Ibuku, dan juga menguatkan ibuku, pada akhirnya juga menangis karena tak tega melihat kondisinya. Semua dugaan dokter terbukti benar. Saat baru ingin menjalankan operasi, ketuban Ibuku pecah. Dokter takut jika aku meminum air ketuban itu. Karena menurut ilmiahnya, air ketuban itu racun, jadi seharusnya tidak boleh di minum oleh bayi. Segera dokter bertindak cepat. Membuka lapisan demi lapisan perut ibuku. Mencoba memperbaiki lilitan-lilitannya dan cepat mengambilku yang saat itu sangat mungil. Terdengar liruh tangis seorang bayi yang keluar dari rahim Ibu, tempat paling nyaman di dunia ini. Dokter ditambah kaget lagi saat melihat seluruh tubuhku berwarna kuning, yang tandanya aku sudah meminum air ketuban itu. Segera aku dibersihkan, dan dimasukkan kedalam inkubator. Ibu dan Ayahku yang belum sempat menggendongku, harus melihatku lemas di balik kaca inkubator. Tetes demi tetes air mata Ibuku lagi-lagi jatuh. Tetapi, saat Ibuku melihatku, seperti aku menyuruh Ibuku untuk tetap tersenyum karena aku baik-baik saja. Aku akan menemani Ibuku, Ayahku, dan juga kakak-kakakku.

Sebulan kemudian, aku sudah bisa keluar dari inkubator. Itulah pertama kalinya aku merasakan hangatnya dekapan seorang Ibu. Kemudian, saat Ibuku sudah keluar dari rumah sakit, Ibuku merawatku, memberikan nutrisi yang baik agar aku tetap seperti anak lainnya yang memiliki daya tahan tubuh yang kuat.

Perjuangan seorang Ibu memang sangat mulia. Inilah pengalaman terbaikku, saat aku bisa merasakan kasih seorang ibu sampai di umurku yang akan mencapai 17 tahun. Yang sebentar lagi bisa di sebut "legal". Bagiku, kasih seorang ibu yang paling berharga adalah cinta kasih serta kasih sayang kepada anaknya. Bukan dari pemberian-pemberian materi, tetapi dengan perlakuannya yang dilapisi tangisannya adalah pemberian paling berharga dalam hidupku. Bahkan dengan tangisannya itu mengungkapkan seberapa tulusnya Ibuku merawatku. Mengingat hal ini di umurku yang akan menginjak 17 tahun membuatku terharu karena dengan sabar dan tulus, Ia membuatku berkembang dan bertumbuh. Ia merawatku, memarahiku saatku melakukan kesalahan, mengajariku apa yang benar dan yang salah, mendidikku agar aku bisa menjadi orang bijaksana yang mandiri. Akhir kata, balaslah semua yang sudah diperbuat ibumu. Bukan menunggu kamu mulai besar dan dewasa, bukan juga saat kamu bisa mencari uang sendiri dan membawa ibumu jalan keliling dunia. Tetapi, hal kecil yang diperbuatmu juga bisa membalas sedikit demi sedikit, contohnya dengan memeluk ibumu dan katakan "terima kasih" atau mungkin membuatnya tersenyum, karena dahulu saat kamu menangis, Ibumu yang menghibur dan membuat senyummu kembali.

Rindu Ditemani Kenangan Hangat

www.google.com Sayang? Kepada sahabat atau kepada seorang kekasih? Jika itu kepada sahabat, mengapa aku harus takut kehilangan? Bahka...